(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Hari Minggu 12 tahun silam itu, Saiful
Yusri (62) bersama istri dan anaknya sedang berada di rumah saat gempa tiba-tiba menguncang bumi. Saat itu warga berhamburan keluar rumah.
Ketika mereka masih dibuat syok dengan goncangan gempa besar itu, tiba-tiba gelombang hitam dengan cepatnya datang dan menghempaskan permukiman warga.
"Saat itu semua warga panik dan berlarian dikejar gelombang tsunami. Saya, istri, dan anak-anak saya terhempas air gelombang," kata Saiful Yusri di Banda Aceh kepada Liputan6.com.
Namun, kisah selamatnya 59 warga Desa Lampulo yang paling tak bisa dilupakannya. Meskipun dia tak ada dalam bersama mereka saat peristiwa itu terjadi. Saat bahtera fenomenal itu menyelamatkan puluhan nyawa saat tsunami Aceh terjadi.
Dia bercerita, awalnya 30 di antara mereka selamat setelah berlindung di kapal ikan yang karam di atas atap rumah warga bernama Ibu Abasyiah.
Air terus memenuhi rumah lantai dua itu hingga hampir mencapai atap. Karena terdesak, seorang warga mencoba membuka seng atap rumah itu. Lalu ke 30 warga yang berada di rumah itu naik ke atap.
Saat itu mereka sudah pasrah, satu sama lain sudah bersalam memohon maaf, yang ada di benak kami dunia sudah kiamat," ujar dia.
Namun, ujar Saiful, ketika telah benar-benar pasrah, tiba-tiba pertolongan itu datang.
Sebuah kapal ikan datang menghampiri warga dengan kecepatan tak terkendali. Hingga bahtera tanpa kendali itu akhirnya terhenti di atap rumah tersebut.
Warga pun naik ke kapal. Saat itulah, mereka menemukan seorang awak kapal yang sedang tertidur lelap di sana.
"Selain kami 30 orang warga di sini, ternyata di atas kapal ada satu orang yang awak kapal sedang tertidur lelap. Begitu mengetahui kapalnya sudah berpindah dari pinggir pantai ke atap rumah warga, ia langsung panik dan terdiam," tutur Saiful.
Menyusul kemudian 20 warga lain yang berada di belakang rumah Abasyiah ikut menaiki kapal tersebut. Setelah air surut, barulah delapan orang lain naik ke kapal. Total ada 59 warga yang berada di bahtera itu.
Berkat pertolongan kapal ikan itu, puluhan warga dan awaknya selamat. Kini kapal tersebut diberi nama "Kapal Nuh di atap rumah warga".
Dua belas tahun kemudian, kini saban hari Saiful ada di kapal Nuh yang telah dijadikan salah satu situs tsunami itu. Saiful dengan setia mendampingi para wisatawan yang datang ke lokasi dan menceritakan kisah kapal pertolongan itu hingga bisa bertengger di atap rumah warga.
"Saya melakukannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Kapal ini telah menolong saya dan saya bercerita agar pengunjung mendapat hikmah tersendiri untuk kehidupannya setelah berkunjung ke sini," ujar Saiful.
Yusri (62) bersama istri dan anaknya sedang berada di rumah saat gempa tiba-tiba menguncang bumi. Saat itu warga berhamburan keluar rumah.
Ketika mereka masih dibuat syok dengan goncangan gempa besar itu, tiba-tiba gelombang hitam dengan cepatnya datang dan menghempaskan permukiman warga.
"Saat itu semua warga panik dan berlarian dikejar gelombang tsunami. Saya, istri, dan anak-anak saya terhempas air gelombang," kata Saiful Yusri di Banda Aceh kepada Liputan6.com.
Namun, kisah selamatnya 59 warga Desa Lampulo yang paling tak bisa dilupakannya. Meskipun dia tak ada dalam bersama mereka saat peristiwa itu terjadi. Saat bahtera fenomenal itu menyelamatkan puluhan nyawa saat tsunami Aceh terjadi.
Dia bercerita, awalnya 30 di antara mereka selamat setelah berlindung di kapal ikan yang karam di atas atap rumah warga bernama Ibu Abasyiah.
Air terus memenuhi rumah lantai dua itu hingga hampir mencapai atap. Karena terdesak, seorang warga mencoba membuka seng atap rumah itu. Lalu ke 30 warga yang berada di rumah itu naik ke atap.
Saat itu mereka sudah pasrah, satu sama lain sudah bersalam memohon maaf, yang ada di benak kami dunia sudah kiamat," ujar dia.
Namun, ujar Saiful, ketika telah benar-benar pasrah, tiba-tiba pertolongan itu datang.
Sebuah kapal ikan datang menghampiri warga dengan kecepatan tak terkendali. Hingga bahtera tanpa kendali itu akhirnya terhenti di atap rumah tersebut.
Warga pun naik ke kapal. Saat itulah, mereka menemukan seorang awak kapal yang sedang tertidur lelap di sana.
"Selain kami 30 orang warga di sini, ternyata di atas kapal ada satu orang yang awak kapal sedang tertidur lelap. Begitu mengetahui kapalnya sudah berpindah dari pinggir pantai ke atap rumah warga, ia langsung panik dan terdiam," tutur Saiful.
Menyusul kemudian 20 warga lain yang berada di belakang rumah Abasyiah ikut menaiki kapal tersebut. Setelah air surut, barulah delapan orang lain naik ke kapal. Total ada 59 warga yang berada di bahtera itu.
Berkat pertolongan kapal ikan itu, puluhan warga dan awaknya selamat. Kini kapal tersebut diberi nama "Kapal Nuh di atap rumah warga".
Dua belas tahun kemudian, kini saban hari Saiful ada di kapal Nuh yang telah dijadikan salah satu situs tsunami itu. Saiful dengan setia mendampingi para wisatawan yang datang ke lokasi dan menceritakan kisah kapal pertolongan itu hingga bisa bertengger di atap rumah warga.
"Saya melakukannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Kapal ini telah menolong saya dan saya bercerita agar pengunjung mendapat hikmah tersendiri untuk kehidupannya setelah berkunjung ke sini," ujar Saiful.
0 komentar:
Posting Komentar