(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Kisah dua orang saleh dan seguci emas ini akan memberikan
pelajaran hidup bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kisah ini terjadi sebelum masa keislaman dimana hidup dan orang saleh yang begitu wara. Mereka memiliki sifat yang amanah, jujur dan tidak mudah terperdaya oleh perkara duniawi, seperti harta. Inilah kisahnya!
Suatu ketika dua pria saleh itu melakukan transaksi jual beli tanah. Kesepakatan antara keduanya terjalin dan kemudian mereka berpisah. Inilah bermulanya kisah dua orang yang menolak menjadi pemilik gentong berisi emas.
Beberapa hari kemudian, pria yang membeli tanah menemui si penjual. Bukan untuk mengeluh atas tanah yang dibelinya, tapi pria itu ingin memberikan seguci emas meskipun ia sebenarnya sudah membayar lunas tanah yang dibelinya.
Ia menemukan seguci emas itu di dalam tanah yang baru dibelinya. Karena ia berpikir bahwa ia hanya membeli tanahnya saja tidak beserta seguci emas itu. Tapi ternyata si pemilik sebelumya hanya memiliki tanahnya saja. Bahkan ia juga baru tahu jika di dalam tanahnya tersimpan seguci emas.
Si pembeli menunjukkan kejujurannya dengan mengembalikan seguci emas itu pada si penjual. Tapi si penjual itu juga menunjukkan kejujurannya dengan mengatakan bahwa ia bukanlah pemilik dari seguci emas tersebut. Si penjual mengatakan bahwa ia telah menjual tanah beserta isinya kepada si pembeli.
Inilah sikap orang saleh yang harus kita contoh. Mereka tidak memperebutkan harta untuk mereka sendiri, melainkan mereka saling menyerahkan harta satu sama lain karena takut jika harta itu bukanlah hak mereka. Akhirnya kedua orang itu mendatangi seorang hakim (qadhi) untuk memutuskan tentang seguci emas tersebut.
Mendengar kisah 2 orang saleh itu, sang hakim pun merasa kebingungan dan bangga terhadap kesalehan yang dimiliki kedua pria itu. Sungguh ia berpikir keras untuk mendapatkan hasil yang seadil-adilnya. Ia merasa kebingungan karena kedua pria shaleh itu sama-sama mengembalikan atau melemparkan harta ke pria lain.
Sang hakim akhirnya mendapatkan sebuah solusi, kemudian ia bertanya pada kedua pria itu apakah mereka memiliki anak. Pria pertama memiliki satu anak laki-laki dan pria lainnya memiliki anak perempuan. Hakim itu kemudian mengatakan agar mereka menikahkan kedua putra dan putri mereka serta memberikan seguci emas itu pada mereka untuk mencukupinya. Sang hakim menyarankan pada mereka untuk bersedekah dengan seguci emas yang mereka temukan.
Kedua pria itu sungguh senang dan kegirangan atas keputusan sang hakim. Mereka kemudian menikahkan putra dan putrinya. Mereka adalah pasangan yang pas dan cocok karena merupakan anak soleh dan sholehah dari ayah-ayah yang saleh pula.
Berdasarkan kisah orang saleh di atas, kita mendapatkan pelajaran bahwa sesungguhnya harta bukanlah tujuan utama kita hidup di dunia ini. Layaknya Rasulullah yang selalu beramal shaleh dan memikirkan tujuan hidupnya, yakni Allah. Kejujuran yang ditunjukkan oleh kedua pria itu dapat kita jadikan contoh bahwa di setiap kesempatan, meskipun itu menguntungkan atau merugikan bagi kita hendaknya kita tetap jujur karena kebohongan adalah dosa yang akan berlanjut. Mereka berdua sangat menjaga kehalalan harta yang didapatkan, meskipun itu adalah harta yang banyak. Oleh karena itu, kita harus pastikan bahwa harta yang kita dapatkan adalah harta yang halal agar harta tersebut memberikan berkah dalam kehidupan kita.
pelajaran hidup bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kisah ini terjadi sebelum masa keislaman dimana hidup dan orang saleh yang begitu wara. Mereka memiliki sifat yang amanah, jujur dan tidak mudah terperdaya oleh perkara duniawi, seperti harta. Inilah kisahnya!
Suatu ketika dua pria saleh itu melakukan transaksi jual beli tanah. Kesepakatan antara keduanya terjalin dan kemudian mereka berpisah. Inilah bermulanya kisah dua orang yang menolak menjadi pemilik gentong berisi emas.
Beberapa hari kemudian, pria yang membeli tanah menemui si penjual. Bukan untuk mengeluh atas tanah yang dibelinya, tapi pria itu ingin memberikan seguci emas meskipun ia sebenarnya sudah membayar lunas tanah yang dibelinya.
Ia menemukan seguci emas itu di dalam tanah yang baru dibelinya. Karena ia berpikir bahwa ia hanya membeli tanahnya saja tidak beserta seguci emas itu. Tapi ternyata si pemilik sebelumya hanya memiliki tanahnya saja. Bahkan ia juga baru tahu jika di dalam tanahnya tersimpan seguci emas.
Si pembeli menunjukkan kejujurannya dengan mengembalikan seguci emas itu pada si penjual. Tapi si penjual itu juga menunjukkan kejujurannya dengan mengatakan bahwa ia bukanlah pemilik dari seguci emas tersebut. Si penjual mengatakan bahwa ia telah menjual tanah beserta isinya kepada si pembeli.
Inilah sikap orang saleh yang harus kita contoh. Mereka tidak memperebutkan harta untuk mereka sendiri, melainkan mereka saling menyerahkan harta satu sama lain karena takut jika harta itu bukanlah hak mereka. Akhirnya kedua orang itu mendatangi seorang hakim (qadhi) untuk memutuskan tentang seguci emas tersebut.
Mendengar kisah 2 orang saleh itu, sang hakim pun merasa kebingungan dan bangga terhadap kesalehan yang dimiliki kedua pria itu. Sungguh ia berpikir keras untuk mendapatkan hasil yang seadil-adilnya. Ia merasa kebingungan karena kedua pria shaleh itu sama-sama mengembalikan atau melemparkan harta ke pria lain.
Sang hakim akhirnya mendapatkan sebuah solusi, kemudian ia bertanya pada kedua pria itu apakah mereka memiliki anak. Pria pertama memiliki satu anak laki-laki dan pria lainnya memiliki anak perempuan. Hakim itu kemudian mengatakan agar mereka menikahkan kedua putra dan putri mereka serta memberikan seguci emas itu pada mereka untuk mencukupinya. Sang hakim menyarankan pada mereka untuk bersedekah dengan seguci emas yang mereka temukan.
Kedua pria itu sungguh senang dan kegirangan atas keputusan sang hakim. Mereka kemudian menikahkan putra dan putrinya. Mereka adalah pasangan yang pas dan cocok karena merupakan anak soleh dan sholehah dari ayah-ayah yang saleh pula.
Berdasarkan kisah orang saleh di atas, kita mendapatkan pelajaran bahwa sesungguhnya harta bukanlah tujuan utama kita hidup di dunia ini. Layaknya Rasulullah yang selalu beramal shaleh dan memikirkan tujuan hidupnya, yakni Allah. Kejujuran yang ditunjukkan oleh kedua pria itu dapat kita jadikan contoh bahwa di setiap kesempatan, meskipun itu menguntungkan atau merugikan bagi kita hendaknya kita tetap jujur karena kebohongan adalah dosa yang akan berlanjut. Mereka berdua sangat menjaga kehalalan harta yang didapatkan, meskipun itu adalah harta yang banyak. Oleh karena itu, kita harus pastikan bahwa harta yang kita dapatkan adalah harta yang halal agar harta tersebut memberikan berkah dalam kehidupan kita.
0 komentar:
Posting Komentar